Minggu, 06 November 2011

Kemerdekaan


                Di sebuah perkotaan, hiduplah seorang wanita yang dibesarkan di lingkungan kumuh. Ia hidup bersama – sama dengan kedua adiknya. Orang tuanya telah lama meninggal, sehingga Riska dan adik – adiknya hidup sebatang kara di pinggiran ibu kota. Riska adalah kakak yang bertanggung jawab terhadap adik – adiknya. Sudah 3 bulan Riska tidak masuk sekolah, demi untuk mencari uang agar adik – adiknya dapat tetap sekolah. Akan tetapi Riska mencari uang dengan mencopet dan menjambret. Walaupun dia anak perempuan, tetapi Riska tergolong anak yang tomboy dan bernyali besar. Riska mencoba merebut tas ibu – ibu yang sedang berjalan di trotoar bersama putrinya. Saat Riska menjambret, aksinya dilihat oleh 3 orang temannya. Riska yang diteriaki maling oleh ibu – ibu tadi langsung berlari sekuat kuatnya.
#ambil adegan saat Riska menjambret dan berlari.
( dari kejauhan, Dini menyadari bahwa penjambret itu mirip dengan Riska )
Dini        : Ran, itu bukannya Riska ya…?
( sambil melihat dari kejauhan )
Kiran      : akh… gak mungkin..!
( seru Kiran )
Susi        : tapi, kalo diliat dari ciri – cirinya si, mirip Riska.
( sambil mencoba mengamati penjambret dari jauh )
Dini        : mendingan, cepet kita kejar…!
( seru Dini )
Susi        : tapi gak mungkin, masa Riska jambret.
( sambil terlihat tidak percaya )
Kiran      : betul tuh Din, gak mungkin !
( seru Kiran )
Dini        : udah.. ikut aja…!
( sambil memaksa Kiran dan Susi ikut mengejar jambret itu )
Karena telah merasa aman dari kejaran warga, Riska pun menghentikan langkahnya untuk beristirahat setelah lelah berlari – lari.
Riska      : huft… aman – aman…
( sambil berlutuh kelelahan )
                Dini, Kiran dan Susi berhasil mengejar jambret itu, ternyata jambret itu memang Riska. Dini dkk pun terkejut melihatnya.
Dini        : Riska…?
Susi        : ini bener kamu Ris…?
( bertanya pada Riska yang kaget melihat 3 teman lamanya )
Kiran      : berarti, kamu yang tadi jambret tas ibu tadi !
( seru Kiran )
Riska      : kenapa kalian di sini  ?
( tanya Riska )
Dini        : hal itu tidak penting, yang ingin kami tanyakan adalah kenapa kamu sampai melakukan hal ini ?
( tanya Dini )
Riska      : ini bukan urusan kalian !
( jawab Riska )
Susi        : sebenarnya ada apa ? sampai kamu jadi kriminal kaya gini.
( tanya Susi )
Riska      : kalian semua tidak akan mengerti !
( jawab Riska dengan tegas )
Kiran      : tapi, perbuatan yang kamu lakukan itu adalah dosa besar !
( seru Kiran )
Riska      : haha… dosa besar kau bilang ? lalu bagaimana dengan para petinggi Negara yang melantarkan kami, para rakyat kecil. Mereka dapat tidur dengan perut kenyang, sementara kami tidur dengan perut kosong. Dimana tanggung jawab mereka ? apakah itu bukan dosa besar ?
( tegas dengan nada sedikit tertawa )
Dini        : tapi, tidak harus dengan mengambil hak oran lain !
( berkata pada Riska )
Riska      : aku hanya mengambil hak ku yang berada pada mereka. Demi untuk menyambung hidup agar bisa terus bertahan, sampai ada orang yang benar – benar menciptakan kemerdekaan yang sesungguhnya.
( berkata pada Dini )
Susi        : pasti ada jalan lain Ris…!
( seru Susi )
Riska      : kalian semua takkan mengerti, karena kalian hidup dengan segala kebebasan dan kami hidup dengan segala keterbasan. Kalian takkan mengerti sebelum kalian merasakannya.
( menjelaskan kepada 3 temannya )
Karin      : apa yang kau katakan ?
( tanya Karin )
Riska      : sudahlah… kemerdekaan yang di seru – seru kan orang tidak lebih dari sebuah ilusi, mereka bisa mengatakan kemerdekaan, tapi bagi kami masih terlalu banyak kesengsaraan !
( sambil bersiap untuk pergi )
                Riska pun pergi dari Dini dan teman – temannya. Dini mencoba mengejar Riska yang pergi, akan tetapi Karin menahan langkah Dini.
Karin      : sudahlah Din..!
( sambil menahan tangan Dini )
Dini        : kenapa ? Riska itu teman kita !
( seru Dini )
Susi        : Riska yang sekarang, bukanlah Riska yang kita kenal !
( berkata pada Dini )
Karin      : betul yang dikatakan Susi, dia telah berubah drastis menjadi kriminal.
( meyakinkan Dini )
Dini        : tidak…! Kitalah yang selama ini tidak mengenalnya !
( seru Dini sambil menunduk )
Susi        : apa maksudmu Din ?
( tanya Susi )
Dini        : kitalah yang tidak pernah tahu keadaanya. Teman macam apa yang tidak pernah saling mengerti !
( seru Dini sambil mengangkat wajahnya )
Karin      : Dini…??
Dini        : kita harus melakukan sesuatu..!
( seru Dini )
Susi        : apa itu..?
( tanya Susi )
Dini        : kita akan menciptakan kemerdekaan bagi Riska !
( jawab Dini )
                Setelah itiu, Dini, Susi dan Karin pun mencoba untuk membantu kehidupan Riska dan adik – adiknya. Mereka mencoba berbicara pada pihak sekolah Riska dan adik – adiknya agar Riska dan adik – adiknya bisa mendapatkan tunjangan sehingga dapat berkehidupan layak. Akhirnya, Riska dan adik – adiknya pun dapat bersekolah dengan layak. Dini, Susi dan Karin mengunjungi rumah Riska.
Riska      : makasih ya teman – teman, aku gak tahu kalau gak ada kalian, mungkin semuanya takkan seperti ini.
Karin      : iya sama – sama…
Susi        : itu udah kewajiban kita…
Riska      : aku sekarang sadar dan takkan pernah melakukan hal itu lagi.
Dini        : kaulah Ris yang telah menyadarkan kami, selama ini kami menutup mata akan keadaan, sudah saatnya kita merobohkan dinding keterbatasan dan menciptakan kemerdekaan, karena saat itulah kita akan saling mengerti.
                Tidaklah penting bagaimana kita menyambut atau merayakan kemerdekaan, yang terpenting adalah bagaimana cara kita untuk menciptakan kemerdekaan bagi orang lain.

2 komentar: